Untuk Tari
Kini, kikis kisah kita dulu
kerinduan cerita tentang kita
yang pernah ada pada lekuk tubuhmu.
Cerita leluhur kita
Menarilah.
Ceritakanlah kembali lewat lentik-lentik jemarimu
mengipas urat sejarah di mata
dan gemulaimu tubuhmu
yang menggerakkan denyut nadi
(bagaimana tentang kita dulu)
Ayo, menarilah.
tunjukkan
dongeng-dongeng yang tak lagi kau gerakkkan
tunjukkan lewat gerakmu
aku merindukan denotasi gerakmu.
Kamis, 22 Juli 2010
Dapur Istriku
mengapa dapur kita tak ada jelaganya?
yang ada hanya jaring putih labah-labah
mengapa piring-piring kita hanya menjadi hiasan
berdebu di ruang tamu?
Esok kita makan di warung mana lagi?
Januari 2008
Desember April
Desember ini kau masih mengirim salam sepi dari langit
bagai hujan mengucap musim
bintik-bintik dan gerimis menjadi
liur-liur seiring air mata kerinduan
Di sini tak ada yang menemaniku menyalakan lilin-lilin
menjaga terang tenang
menahan redup oleh tarian angin hingga habis perbatang
aku risih akan keredupan perlahan.
Maka kuganti saja lilin-lilin ini dengan satu lentera
agar terang dan asap hitam sama-sama ada
Janganlah marah tetaplah kalahkan aku dengan kabarmu
Aku telah lelah tapi sabarku tak habis
Aku tahu menuju April nanti kau akan berkabar lagi
tentang beban salip di punduk hatimu
tapi dari Desember ini aku telah bersiap
memikul palungan hingga April
untukmu nanti
Januari 2008
Pasir
Belum jelas kata "kita"
dalam kebersamaan kita.
inilah seruan dalam diamku
saat kusaksikan dalam genggamanku
kembang putih adalah keping-keping jamur
tersusun bagai kelopak -kelopak bunga
yang menipu
Di saat berharap terang
kau tenang
wujudmu cahaya
panas yang menguras darah dalam urut
menjadi keringat membasuh tubuhku menjadi dekil
di setiap mata.
Setiap mata bersaksi
"kau adalah benalu dalam harapan"
tapi kuberteriak
"tidak"
hanya karena itu terlalu kasar buatmu
Dulu bulan sebit awan tercabik-cabik
malam menghantar sepi
menyelip dalam hening
kau datang menunjuk senyum di atas awan
kau tampakkan rumah di atas karang
tapi apa? Apa?
Awan slalu berubah tak kembali
dan kini, tampaklah rumah
yang kau tunjuk berdiri di atas pasir
22 Desember 2007
Engkau Pun Menjelma Puisi
menatap wajahmu aku menyebut namamu
kau datang dan pergi kadang seiring denganku
dari situlah aku memahami setiap dari lima ujung tubuhmu
memiliki rasa yang sama.
juga langkah dan ayun tanganmu mempertegas gerak
mengajakku kembali ke sebutan namamu serta tata rias rambut dan kuku
Juli 2010
Hai
Setelah pertemuan mata kita
ada beberapa kata terus berdatangan dalam diriku
kadang di antara mereka saling menopang
ada beberapa kata mungkin resah
lalu menjelma ejekan pada diriku
Di samping pertamina, kau tersenyum sambil
memberi selembar uang merah pada anak yang duduk di situ.
sepintas beberapa kata membangun taman
raungan knalpot dan klakson menawar diri sebagai kicau burung
Aku masih tetap berdiri di taman itu
hingga aku tersentak
pada tatap serta senyum gadis seksi dari baleho menatapku berdiri
dengan beberapa sisa bungkusan kue serta kertas buangan anak sekolah
berserakan
Kapan kita melajutkan untuk tersenyum?
Juni 2010
Pernahkah Kau Membayangkan
sewaktu kecil kita bermain perahu dari selembar kertas
dari buku catatan sekolah penuh tulisan hasil dikte?
sambil kubayangkan menjadi nahkoda
mengarungi selokan di samping sekolah kita dulu.
Budi,masih ingatkah kau contoh pelajaran
yang selalu menyebut namamu?
aku mengingatmu kini saat mendapati
tulisan anak sekolah yang masih juga ada namamu.
"Bu-di me-lem-par an-jing"
"Budi melempar anjing"
banyak yang kini betanya-tanya
"kenapa lemparanmu selama sembilan tahun tidak juga membunuh anjing itu?"
Budi, maafkan aku tertawa karena pertanyaan itu.
aku masih menyimpan kenangan bermain perahu denganmu
perahu kertas yang kutulisi namaku
dan kau menulis "wati" di perahumu.
oh ya, aku juga kini menyukai lagu kebanggaanmu
”Sore Tugu Pancoran“ milik Iwan Fals.
aku bahkan masih mengingat cita-citamu mengantikan ayahmu
tentu juga kau tak lupa "...sedangkan ayah membaca koran di teras."
Kendari, Juli 2010
Kuliah dari Prof. Dr. La Ode Sidu Marafad, 2006
Kata Terbingkai
Belum usai
kita terbaring setiap malam memandangi langit
menyelam merayapi hati, sambil
menyerap hening dingin
telah berkali-kali kita menyulam
kata-kata menjadi bunga
bertangkai ujung tombak
kita saling memberi
perih terbinglkai rapi
Walau kata-kata telah berlalu
namun di batin kata membatu
Dan kita seperti anjing menjilati luka sendiri
28-30 April 2007
Dendam
Sebab janji pernah mengikat kita
lalu kini
keputusanmu telah memukul
Maka untuk kau tahu
wajah-wajah yang nampak malam
kami rias dengan terang
dari senyum
di sungai air mata
daging pipi
kami lapis daun talas
Dan agar kau tahu
di telapak tangan air mata tergenggam
terkepal tersimpan dalam nafas.
12 April 2007
Perempuan
sederhana saja untukmu.
jangan tunggu aku
akan memanggilmu bidadari.
itu tak akan pernah!
sebab kau kuharap menjadi perempuan
yang datang dengan secangkir air untuk lelahku.
Bukan dengan selendang
yang tak lepas membentang di pundak
hingga ke ujung jari
menjadi beban untuk ditanggalkan.
ketahuilah
aku mencintai kamu
karena dan dengan harapan.
31 Mei 2007
Frans Patadungan lahir tanggal 10 November 1986 di Toraya, Sulawesi Selatan. Bergabung sejak awal berdirinya Arus Teater-Kendari tahun 2006 yang kini berganti menjadi Komunitas Arus. Juara I dan III Lomba Penulisan Puisi Peringatan Hari Chairil Anwar. Juara II Lomba Baca Puisi pada PESTA Unhalu tahun 2007, harapan 2 Lomba Baca Puisi Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS IX) Jambi, Juni 2008. Kini gemar menyuguhimu kopi bagi tamu yang bertandang di Kedai Arus.
Casino.com – Mapyro
BalasHapusThe Mapyro Resort and Casino features an outdoor pool, a restaurant, and a 남양주 출장샵 seasonal outdoor pool. 안성 출장안마 Casino. 부산광역 출장샵 The casino has a bar 하남 출장샵 and a 구리 출장마사지 restaurant