Aku Kenangan
La Ode Gusman Nasiru
bilakah kau berpaling padaku
yang berdebu di sudut koper kayu
mungkin saja kau dapati senyum
sedang menertawai duka itu
sudahkah kau hitung ulang hari ini
tidur sampai senja
dan melihatnya tampak di jendela
lanskap yang tumpah sunyi di mataku
mengeras memudar hilang berganti hitam
membiarkan kejora larut diteduhi malam
ketika kau bangun
kau harap ada sebuah sabtu pagi
menyuguh bening air kelapa muda
dari mawar merah dekat tangga rumah
centil kupu-kupu melepas warna-warna
jika sekarang kau tak menulisi diary
untuk menyisakan sebait puisi
mungkin saja kau akan lupa membacanya kembali; aku
yang akan kau sebut kenangan
Jumat, 14 Agustus 2009
Yang Terhenti
Wa Ode Rizki Adi Putri
Kukira hari ini awal yang sama tahun lalu
Lelaju angin menyapu daun-daun tua
Menampar-nampar kebisuan nyata
Memang berlembar-lembar senja
Terkulai pasrah di tanah
Menunggu waktu menghumusnya
Tapi masih ada lembar harapan
Terkait di ujung longkida
Jatuh mencoba menghalau angin
Menjemput garisnya sendiri
Khayalku ada gadis berkerudung ungu
Dia menyukai helai-helai layu
Menangkapnya di udara dan akan mengingat
“menangkap lembar longkida; 7 September 2010”
Kemudian gerimis kecil meminang hujan
Melindapkan bayangan ke tanah
Basah
Sajakku belum selesai
Keraguanku datang bersama azan
Momen itu hilang sejurus kumandang
Kusimpan separuh puisiku yang masih tercoret
Kutapaki angin rambatkan keluh pada tuhan
Depan C5 FKIP Unhalu, 7-8/9/10
Kepada Ibu
Yuniar
Ibu, bila nanti kusimpan dian
Pada mata senjamu yang jauh
Biarkan kacamatamu berdebu
Di sudut meja bertaplak biru
Kemudian bacakan aku Ar-Rahman berulang-ulang
Seperti sepotong ayatnya yang kusuka
“maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
Yang kamu dustakan”
Dan enam tahun lagi aku akan mendengarnya
Dari seseorang yang menjadi muhrimku
Tapi ku mau hanya kau saja
Yang selalu membawakan pagi untukku
Mengusap minyak kayu putih
Kuyakini hangatnya dari jari-jarimu
Sepuluh jari yang mengalah pada waktu
Jika nanti tanggal seharusnya aku pulang
Tunggulah bersama ayah
Di istana pribadi walau hanya dari kayu jati
Kemudian kita akan duduk di teras
Menyaksikan cahaya terakhir matahari
Yang tidak hanya kelihatan di mata
Ibu, temani aku juga
Merasakan angin melagukan bisu
Untuk perubahan awan
Aku sangat suka altocumulus*
Dalam cahaya pagi yang akan lebih cerah
Di sini aku menunggu
Bersama bau debu yang diselubungi sepi
Selalu menohok dinding kerinduanku
Dan angin sore juga membawa kenangan
Dari hitungan waktu lain
Samar-samar terbawa semilir
Setiap lembar kesan terlihat sunyi di mataku
Tapi meramaikan hatiku
Sampai airmataku titik
Puisi ini kupersembahkan untukmu
Kosliwu Kmr 10, 17 Desember 2009
Ode
IA
/1/
Seperti teringat pada janji lama
Aku tak dapat memiliih
Detak jantung berirama
Sinar bulan April yang renta
Juga membentuk dirimu
Menyiram kerinduan di mataku
/2/
Waktu bulan mulai membayang
Masih ada ruang
Yang pernah dilukisi hujan
Sinar tipis malam ketigapuluh
Membiasi punggung gemawan
Ada selembar rindu yang tersisa
Karena angin telah mengeringkan airmata
Malam itu
Lewat sama-samar keteduhan purnama
Aku masih bisa melihat ke dalam mata cinta
/3/
Sebelum pergi
Kau sempat menoleh padaku
Aku ingin menangis sebenarnya
Karena nanti embun akan menguap
Tapi aku lupa
Bahwa sudah tak ada airmata
Kubiarkan jejakmu mengering
Karena takkan pernah ada hujan
Yang membawa lumpur ke depaan kamarmu
April-Mei 2010
Kristiana Dewi Kumalasari lahir pada tanggal 10 Agustus 1988 ini, sedang sibuk menyusun tugas akhir agar dinyatakan lulus dari Universitas Haluoleo dengan predikat S.Pd. Puisi-puisinya pernah dimuat di harian Kendari Pos, antologi bersama Dari Butuni ke Jembatan Rindu, dan Pagi yang Mendaki Langit. Selain itu, salah satu puisinya pernah meraih juara I lomba tulis puisi pada acara Porsiaf, Unhalu, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar