Senin, 15 November 2010

ACHMAD ZAIN

Fana

Kurangkul malam
Kupagut kelam
Kucumbu rembulan

Kusetubuhi waktu
Kulupa usia
Berpeluh gairah
Di ladang nafsu

Sesaat nikmat
Mengikat
Ajal tiada saat

Wuawua-05


Halusinasi
 
air mata
membatu
di rongga
            mulut

telinga
  bising
    memekak
         di ketiak
            dubur

hati
  luluh
     meleleh
           di antara
                   bibir         

tubuh
   rubuh
      menggelepar
            bising memekak
                 air mata
                     luluh meleleh
                         di ketiak bibir

mulut membatu
di rongga dubur
di antara
hati
                       
Wuawua-05


Esa

kupetik rembulan
kusimpan rapi
di peti antik

esok kutengok
bulan bertambah
sembilan bulan
dalam peti
            namun
            cahaya tiada sembilan

Wuawua-05


Hening

Burai asap menari
lewat mulut
lalu
Sepi

Wuawua-05


Waktu
 
Purnama tiada tiba
Sepi menepis ramai
Malam kian kelam
Bintang menantang jalang

        Hasrat berselimut kabut
        Sesaat
        Sabit menggelayut


Wuawua-05


Membelah Malam

Membelah malam
usai menyelam
di pekat kopi
senandung kerikil
tersentuh sepatu kulitmu
mengiring langkahmu
menerobos kelam
mataku enggan berpaling
dari tegar langkahmu
sambil menatap
kepergianmu, dik.

Wuawua, 1 Januari ‘06


Sembilan Anak Tangga

Usai lewati sore di awal ‘06
dengan berjuta cerita di antara dua gelas kopi
buatanmu

Sesekali ada tawa terselip
di kepulan asap 234

Din
di sembilan anak tangga
semua tersimpan rapi
dan di puncak tangga ada cahaya membias
biarkan menerpa wajah kita

Din
melangkahlah selama kaki kanan
dan kaki kiri belum menyatu.

Wuawua, 1 Januari ‘06


Aku Cemeti

Aku cemeti
yang senantiasa
mencambukmu!
entah sampai kapan.

Enyahlah rasa sakit
larut rasa sakit
yang tenang…

Desirku adalah
simponi yang ‘kan
mengiringmu
pada
kemanusiaan hakiki.

Kendari, 2006


Achmad Zain, berawal dari kesendirian, disertai keprihatinan atas kondisi perteateran  di Sulawesi Tenggara, tahun 1992,  Stone - demikian akrab dipanggil - mendirikan Teater Sendiri. Pada awal kiprahnya, kesendirian adalah kawan yang setia menemani perjuangannya. Tak lama kemudian, ada beberapa orang yang bergabung. Ia menulis naskah dan menyutradarai pementasan teater di Teater Sendiri. Puisinya diantologikan pada Antologi Puisi Teater Sendiri Dengung, Sendiri, Sendiri 2, Malam Bulan Puisi, Pembacaan Sajak Akhir Tahun TS-2005 (Teater Sendiri), Antologi Wasi Taman Budaya Banjarmasin. Membawa Teater Sendiri yang dibinanya pada berbagai event di Indonesia dalam Temu Teater Katimuri I, II, III dan Palu Indonesia Dance Forum. Pentas Teater Keliling di Surabaya, Solo, Yogyakarta, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar